Sabtu, 18 Mei 2013

Pembangunan Taman Nasional Butuh Rp 21 Triliun

TEMPO.COPadang- Kebijakan pembangunan Taman Nasional (TN) periode 2011 hingga 2014 Kementerian Kehutanan, diarahkan pada optimalisasi pembangunan kelembagaan pada 19 TN dengan prioritas 9 TN. Serta pembangunan 31 TN business as usual (BAU).

Menurut Menteri Kehutanan Zulkufli Hasan, investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 21,1 triliun, yang bersumber dari swasta dan publik. "Dengan investasi itu, devisa yang akan diperoleh sebesar Rp 39,77 triliun," ujarnya saat menghadiri wisuda periode I tahun akademik 2012-2013 Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB), Sabtu 18 Mai 2013 di Padang.

Kata Zulkifli, proyeksi itu juga akan menyerap enam juta tenaga kerja baru, yang sebagian besar ada masyarakat di dalam dan di sekitar hutan tersebut. 





Taman Nasional merupakan salah satu satu target pembangunan kehutanan ke depan. Sebab, kata Zulkifli, Indonesia memiliki Taman Nasional seluas 16,32 juta hektar. "Pastinya ini memiliki potensi ekonomi," ujarnya.

Berdasarkan hasil pertemuan Forum Ekonomi Dunia Asia Timur (WEF-EA) Juli 2011 lalu, terdapat peluang investasi baru di Indonesia sekitar US$ 10 miliar. Hal ini akan mendorong munculnya kelas menengah baru di negara ini. Dan berimplikasi terhadap sektor perekonomian. "Ini harus kita sikapi. Dengan menyediakan fasilitas wisata alam," ujar Zulkifli.

Zulifli mengaku, kebijakan ini diarahkan kepada pemanfaatan kondisi lingkungan berupa pembanfaatan wisata alam, air, energi terbarukan serta stok karbon. "Kita ketahui, nilai manfaat ekonomi kawasan konservasi dapat diperoleh berdasarkan sumber dan prosesnya dalam bentuk nilai penggunaan (use value) dan nilai bukan penggunaannya," ujarnya.

Berdasarkan perhitungan, dalam kawasan konservasi di Indonesia terdapat masa air komersial sebesar 6,7 miliar m3, potensi gas bumi sebesar 29,5 giga ton watt. Lalu, juga potensi energi mikro hydropower dan nilai ekonomi dari wisata alam.

Makanya, kata Zulkifli, dengan potensi ekonomi yang besar ini, diperlukan perubahan paradigma pengelolaan hutan. Pasalnya, selama ini taman nasional lebih dikenal sebagai wilayah perlindungan atau pengawetan ekosistem dan plasma nuftah. Namun, peran ekonominya belum dimanfaatkan dengan optimal.

"Pengelolaan ini harus kita arahkah kepada sinergitas antara konservasi, penyangga kehidupan, dan pembangunan lestasi. KOnservasi dapat memberikan keuntungan di luar batas-batas, seperti administrasi, negera, masyarakat dan generasi," ujarnya.

Pembangunan kehutanan ke depan harus fokus dan menjamin keberadaan hutan dan keberlangsungan pembangunan sektor lainnya. Serta berpihak terhadap pro-growth, pro jobs, pro poors dan pro environment.

"Makanya saya menetapkan kebijakan makro, bahwa pembangunan hutan harus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ini sangat mendukung komitmen Presiden dalam mewujudkan pertumbuhan berkelangjutan yang berkeadilan," ujarnya.

0 komentar:

Posting Komentar